Dalam dunia pendakian gunung ada dua tehnik atau gaya pendakian gunung. Adapun kedua tehnik pendakian tersebut terlahir di lokasi pendakian yang berbeda. Tentu dua tehnik pendakian gunung ini juga di gunakan oleh para pendaki gunung Indonesia dalam melakukan pendakian di gunung - gunung di Indonesia. Dua tehnik tersebut adalah:
1. Himalayan Tactic, tehnik pendakian ini lahir di kalangan pendaki pegunungan Himalaya di Asia.
2. Alpine Tactic, tehnik ini lahir di kalangan pendaki pegunungan Alpine di Eropa.
Himalayan Tactic
Para pendaki gunung di kawasan Himalaya, menyiasati kesulitan pendakian gunung - gunung di sana yang menjulang tinggi dengan cara bertahap membangun kemah perantara dan menimbun logistik berupa perlengkapan, alat - alat pendakian serta bahan makanan, kemudian membangun kemah berikutnya sebagai perantara, hingga kemah akhir menjelang puncak.
Tehnik ini membutuhkan waktu pendakian yang lama, peralatan, biaya dan personil yang cukup banyak serta kekuatan fisik yang sangat prima, sebab dengan gaya himalayan ini, pendaki mesti naik turun dari kemah induk menuju kemah - kemah perantara hingga menuju puncak.
Alpine Tactic
Sebaliknya apa yang dilakukan para pendaki dengan menggunakan gaya Himalayan Tactic, Alpine Tacticyang lahir di kawasan pegunungan Alpen, dengan puncak - puncak yang “relatif rendah” kisaran 4000 - an meter. Dengan kondisi ini, memungkinkan para pendaki mencapai puncak dengan sekali jalan tanpa harus membuat kemah - kemah perantara atau pulang pergi dari kemah induk.
Namun bukan berarti tehnik ini mudah, para pendaki di haruskan memiliki kemampuan yang baik, termasuk fisik yang prima. Kemudian alat dan perbekalan disusun se - efisien mungkin agar ringan dan dapat langsung diangkut oleh para pendaki menuju puncak. Dengan gaya Alpine, dibutuhkan alat pendakian, biaya dan waktu yang relatif lebih sedikit.