Seorang pendaki hanya memiliki 1 nyawa! - Beberapa saat lalu ada pendaki yang tersesat di gunung Semeru di Jawa Timur, dan pada akhirnya bisa di ketemukan dengan selamat oleh Tim SAR. Atas perlindungan dari Tuhan, kegigihan para relawan termasuk Tim SAR semua hal tersebut bisa terjadi, dan pendaki tersebut bisa pulang dengan selamat.
Dari kejadian di atas yang tidak hanya sekali terjadi, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil. Terutama dalam hal dunia naik gunung, karena ada beberapa hal - hal yang harus di garis bawahi. Dunia naik gunung memang dunia yang asyik sekaligus mendebarkan, membutuhkan nyali tinggi dan juga ilmu yang cukup juga.
Kejadian ini perlu dijadikan perhatian, apakah para pendaki gunung itu benar - benar telah siap mendaki gunung dan mengikuti prosedur? Berikut ini keterangan dari ibu Ayu Utari Dewi, Kepala Balai Besar TNBTS yang otoritasnya membawahi Gunung Semeru.
“Dalam pengalaman dan catatan kami, mayoritas kecelakaan yang dialami pengunjung, terutama pendaki, karena mereka mengabaikan peringatan kami. Rambu - rambu sudah kami pasang tapi tetap saja dilanggar,”
“Pengunjung harus terus diedukasi agar paham aturan, rute, dan karakter rute pendakian. Untuk sementara, pendakian kami batasi sampai Pos Kalimati saja karena kondisi Gunung Semeru masih labil. Kawah Semeru itu rutin meletup - letup dan berbahaya. Kalau kembali normal, baru boleh naik sampai ke puncak,”
“Dia pendaki pemula yang baru pertama kali mendaki gunung. Sehingga tak bisa berfikir tenang,”
Dari beberapa keterangan dari Ibu Utari Dewi itu sudah jelas benar mengenai pembatasan pendakian di Semeru. Hanya dibolehkan sampai di Kalimati. Jelas dan Tegas.
Jadi salah siapa jika ada pendaki yang nekat sampai ke puncak, abai terhadap aturan? siapa yang hendak bertanggung jawab? tapi tampaknya itulah karakter orang Indonesia, abai terhadap aturan, aturan dianggap remeh. Mulai aturan kecil seperti melanggar lampu lalu lintas, sampai aturan besar misalnya korupsi. Ada saja aturan yang dilanggar, diabaikan. Tampaknya sudah menjadi karakter orang Indonesia.
Memang kita harus bersyukur, pendaki yang hilang sudah ketemu dengan sehat wal afiat. Tapi kita harus melihat 2 sisi, jika aturan dilanggar, kasarnya tidak usah di - SAR pun tidak apa - apa. Dan pihak TNBTS pun bisa saja tidak bertanggung jawab, karena sudah jelas dilarang, berarti sudah diluar tanggung jawab pihak TNBTS. Tapi apakah begitu? tidak, Tim SAR pun pasti menurunkan orang - orang terbaiknya untuk mencari dan menemukan pendaki yang hilang.
Seorang pendaki seyogyanya sudah membekali diri dengan baik sebelum melakukan pendakian. Ingat gunung itu bukan sesuatu yang remeh temeh, persiapan harus matang benar. Mengikuti prosedur pun bukan jaminan keselamatan, seorang yang berpengalaman pun bisa jadi korban.
Sekarang gelombang orang - orang yang naik gunung semakin banyak, semakin antusias. Apalagi Semeru, banyak sekali yang mendaki karena statusnya sebagai gunung tertinggi di tanah Jawa, yang kedua intensitas pendaki makin meningkat karena adanya film 5Cm yang berlatar Semeru.
Seorang yang ingin naik gunung, seharusnya memiliki beberapa unsur : doa, niat, tekad, alat dan pengalaman. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di gunung, pendaki harus memiliki kesiapan dan persiapan untuk menghadapi semua itu.
Puncak gunung masih tetap ada dan bisa di daki berkali - kali, tapi seorang pendaki hanya memiliki 1 nyawa, kesempatan hidup cuma sekali. Tidak ada stock nyawa. Jadi jangan terlalu berorientasi pada puncak, kali ini tidak muncak, bisa lain kali.
Esensi naik gunung tidak hanya puncak semata, tapi di perjalanannya, bagaimana menemukan diri sendiri, bagaimana menikmati perjalanan itu sendiri.
Dari kejadian di atas yang tidak hanya sekali terjadi, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil. Terutama dalam hal dunia naik gunung, karena ada beberapa hal - hal yang harus di garis bawahi. Dunia naik gunung memang dunia yang asyik sekaligus mendebarkan, membutuhkan nyali tinggi dan juga ilmu yang cukup juga.
Kejadian ini perlu dijadikan perhatian, apakah para pendaki gunung itu benar - benar telah siap mendaki gunung dan mengikuti prosedur? Berikut ini keterangan dari ibu Ayu Utari Dewi, Kepala Balai Besar TNBTS yang otoritasnya membawahi Gunung Semeru.
“Dalam pengalaman dan catatan kami, mayoritas kecelakaan yang dialami pengunjung, terutama pendaki, karena mereka mengabaikan peringatan kami. Rambu - rambu sudah kami pasang tapi tetap saja dilanggar,”
“Pengunjung harus terus diedukasi agar paham aturan, rute, dan karakter rute pendakian. Untuk sementara, pendakian kami batasi sampai Pos Kalimati saja karena kondisi Gunung Semeru masih labil. Kawah Semeru itu rutin meletup - letup dan berbahaya. Kalau kembali normal, baru boleh naik sampai ke puncak,”
“Dia pendaki pemula yang baru pertama kali mendaki gunung. Sehingga tak bisa berfikir tenang,”
Dari beberapa keterangan dari Ibu Utari Dewi itu sudah jelas benar mengenai pembatasan pendakian di Semeru. Hanya dibolehkan sampai di Kalimati. Jelas dan Tegas.
Jadi salah siapa jika ada pendaki yang nekat sampai ke puncak, abai terhadap aturan? siapa yang hendak bertanggung jawab? tapi tampaknya itulah karakter orang Indonesia, abai terhadap aturan, aturan dianggap remeh. Mulai aturan kecil seperti melanggar lampu lalu lintas, sampai aturan besar misalnya korupsi. Ada saja aturan yang dilanggar, diabaikan. Tampaknya sudah menjadi karakter orang Indonesia.
Memang kita harus bersyukur, pendaki yang hilang sudah ketemu dengan sehat wal afiat. Tapi kita harus melihat 2 sisi, jika aturan dilanggar, kasarnya tidak usah di - SAR pun tidak apa - apa. Dan pihak TNBTS pun bisa saja tidak bertanggung jawab, karena sudah jelas dilarang, berarti sudah diluar tanggung jawab pihak TNBTS. Tapi apakah begitu? tidak, Tim SAR pun pasti menurunkan orang - orang terbaiknya untuk mencari dan menemukan pendaki yang hilang.
Seorang pendaki seyogyanya sudah membekali diri dengan baik sebelum melakukan pendakian. Ingat gunung itu bukan sesuatu yang remeh temeh, persiapan harus matang benar. Mengikuti prosedur pun bukan jaminan keselamatan, seorang yang berpengalaman pun bisa jadi korban.
Sekarang gelombang orang - orang yang naik gunung semakin banyak, semakin antusias. Apalagi Semeru, banyak sekali yang mendaki karena statusnya sebagai gunung tertinggi di tanah Jawa, yang kedua intensitas pendaki makin meningkat karena adanya film 5Cm yang berlatar Semeru.
Seorang yang ingin naik gunung, seharusnya memiliki beberapa unsur : doa, niat, tekad, alat dan pengalaman. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di gunung, pendaki harus memiliki kesiapan dan persiapan untuk menghadapi semua itu.
Puncak gunung masih tetap ada dan bisa di daki berkali - kali, tapi seorang pendaki hanya memiliki 1 nyawa, kesempatan hidup cuma sekali. Tidak ada stock nyawa. Jadi jangan terlalu berorientasi pada puncak, kali ini tidak muncak, bisa lain kali.
Esensi naik gunung tidak hanya puncak semata, tapi di perjalanannya, bagaimana menemukan diri sendiri, bagaimana menikmati perjalanan itu sendiri.