Edelweis memang kerap dihubungkan dengan keabadian lantaran bunganya yang tak pernah layu. Bahkan, yang lebih menakjubkan umurnya mampu bertahan hingga seratus tahun. Tumbuhan langka dan dilindungi ini sering dianggap sebagai perlambang cinta, ketulusan, pengorbanan, dan keabadian.
Di negara kita, kembang ini kerap disebut Eidelweis atau Edelweis. Menurut sejarahnya, Edelweiss berasal dari bahasa Jerman, ‘edel’ yang berarti mulia dan ‘weiss’ yang berarti putih. Edelweis merupakan tumbuhan gunung yang sangat cantik dan terkenal.
Bunganya kecil - kecil, yang tak layu dimakan waktu. Bunga Abadi bisa tumbuh menjulang delapan meter. Dia tumbuhan endemik zona alpina montana di berbagai pegunungan tinggi Indonesia, termasuk di Gunung Merbabu.
Dalam ‘Flora Pegunungan Jawa’, C.G.G.J. van Steenis menyebutkan Edelweis ditemukan dari Gunung Gede hingga Gunung Tengger. Sebagai perintis, dia mampu bertahan hidup di atas tanah tandus sekalipun.
Kemampuannya membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu, secara efektif dapat memperluas jangkauan akar - akarnya. Inilah yang membuat dia meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara.
Edelweis berdaun panjang, tipis dan berbulu lebat; bagian tengah bunga berwarna oranye dan kepala bunga yang menyerupai aster. Edelweis cocok tumbuh pada kondisi panas terik di daerah terbuka di kawah dan puncak.
Sebaliknya tumbuhan ini tidak akan mampu bersaing untuk tumbuh di hutan yang gelap dan lembab. Selain itu, Edelweis sangat disukai serangga seperti kutu, kupu - kupu, lalat dan lebah.
Edelweis menjadi magnet bagi pengunjung Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Edelweis bisa dijumpai di jalur pendakian Selo, mulai dari Tuk Pakis hingga Sabana I dan Sabana II. Edelweis tumbuh lebat terlihat dari Sabana I dan Sabana II pada 2.700 – 2.750 meter dari muka laut.
Hamparan Edelweis Di Merbabu seluas 50 hektare ini memanjakan mata pengunjung yang sebagian besar pecinta alam. Di tempat inilah pengunjung menyempatkan diri mengabadikan sang bunga abadi sebagai bukti petualangan ke Gunung Merbabu.
Bunga Edelweis biasanya mekar pada April hingga Agustus. Pada bulan - bulan tersebut pengunjung bisa menikmati keindahannya secara nyata. Terlebih pada 17 Agustus, saat jumlah pendaki Gunung Merbabu mencapai puncaknya, selain momen pergantian tahun.
Keberadaan padang Edelweis bukanlah tanpa ancaman. Lantaran identik dengan keabadian dan kesetiaan cinta, tumbuhan ini menjadi incaran pengunjung Gunung Merbabu, yang sebagian besar kaum muda. Para pendaki itu kerap memetik Edelweis untuk dipersembahkan kepada seseorang yang dianggap spesial.
Tak jarang, sebagian memetiknya untuk kenang - kenangan: sang pendaki pernah mendaki Gunung Merbabu. Karena untuk mendapatkannya perlu perjuangan keras, Edelweis juga simbol pengorbanan.
Ancaman lain yang juga perlu diperhatikan adalah kebakaran hutan. Seperti yang terjadi belum lama ini, api melahap Gunung Merbabu pada September dan Oktober 2012. Kebakaran seluas 630 hektare itu menghanguskan sebagian padang Edelweis.
Untuk menghindari Edelweis dari kepunahan, Taman Nasional Gunung Merbabu melakukan berbagai upaya. Salah satunya, membuat tata tertib bagi pendaki. Dalam tata tertib itu disebutkan pendaki dilarang mengambil Edelweis di kawasan konservasi ini.
Upaya lainnya: sosialisasi peraturan perundangan ke khalayak tentang tumbuhan yang dilindungi. Sosialisasi juga sering dilakukan petugas secara langsung kepada calon pendaki saat pengajukan Simaksi ( Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi ).
Untuk menghindari terjadinya bahaya kebakaran, disampaikan pula himbauan untuk selalu memastikan tidak meninggalkan bara api yang dapat memicu kebakaran.
Saat Tahun Baru dan 17 Agustus, jumlah pendaki di Taman Nasional Gunung Merbabu akan meningkat tajam. Mengantisipasi hal itu, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu menggelar pengamanan jalur pendakian secara rutin.
Salah satu tujuannya, mengantisipasi pelanggaran seperti pengambilan Edelweis. Upaya menjaga kelestarian sang Bunga Abadi tak pernah terhenti. Dengan kesadaran bersama, niscaya keindahannya bisa selamanya dinikmati oleh anak cucu. src
Bunga Edelweis yang dapat kita jumpai sewaktu mendaki Gunung Merbabu di Jawa Tengah ( Kristina Dewi ) |
Bunganya kecil - kecil, yang tak layu dimakan waktu. Bunga Abadi bisa tumbuh menjulang delapan meter. Dia tumbuhan endemik zona alpina montana di berbagai pegunungan tinggi Indonesia, termasuk di Gunung Merbabu.
Dalam ‘Flora Pegunungan Jawa’, C.G.G.J. van Steenis menyebutkan Edelweis ditemukan dari Gunung Gede hingga Gunung Tengger. Sebagai perintis, dia mampu bertahan hidup di atas tanah tandus sekalipun.
Kemampuannya membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu, secara efektif dapat memperluas jangkauan akar - akarnya. Inilah yang membuat dia meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara.
Edelweis berdaun panjang, tipis dan berbulu lebat; bagian tengah bunga berwarna oranye dan kepala bunga yang menyerupai aster. Edelweis cocok tumbuh pada kondisi panas terik di daerah terbuka di kawah dan puncak.
Sebaliknya tumbuhan ini tidak akan mampu bersaing untuk tumbuh di hutan yang gelap dan lembab. Selain itu, Edelweis sangat disukai serangga seperti kutu, kupu - kupu, lalat dan lebah.
Edelweis menjadi magnet bagi pengunjung Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Edelweis bisa dijumpai di jalur pendakian Selo, mulai dari Tuk Pakis hingga Sabana I dan Sabana II. Edelweis tumbuh lebat terlihat dari Sabana I dan Sabana II pada 2.700 – 2.750 meter dari muka laut.
Hamparan Edelweis Di Merbabu seluas 50 hektare ini memanjakan mata pengunjung yang sebagian besar pecinta alam. Di tempat inilah pengunjung menyempatkan diri mengabadikan sang bunga abadi sebagai bukti petualangan ke Gunung Merbabu.
Bunga Edelweis biasanya mekar pada April hingga Agustus. Pada bulan - bulan tersebut pengunjung bisa menikmati keindahannya secara nyata. Terlebih pada 17 Agustus, saat jumlah pendaki Gunung Merbabu mencapai puncaknya, selain momen pergantian tahun.
Keberadaan padang Edelweis bukanlah tanpa ancaman. Lantaran identik dengan keabadian dan kesetiaan cinta, tumbuhan ini menjadi incaran pengunjung Gunung Merbabu, yang sebagian besar kaum muda. Para pendaki itu kerap memetik Edelweis untuk dipersembahkan kepada seseorang yang dianggap spesial.
Tak jarang, sebagian memetiknya untuk kenang - kenangan: sang pendaki pernah mendaki Gunung Merbabu. Karena untuk mendapatkannya perlu perjuangan keras, Edelweis juga simbol pengorbanan.
Ancaman lain yang juga perlu diperhatikan adalah kebakaran hutan. Seperti yang terjadi belum lama ini, api melahap Gunung Merbabu pada September dan Oktober 2012. Kebakaran seluas 630 hektare itu menghanguskan sebagian padang Edelweis.
Untuk menghindari Edelweis dari kepunahan, Taman Nasional Gunung Merbabu melakukan berbagai upaya. Salah satunya, membuat tata tertib bagi pendaki. Dalam tata tertib itu disebutkan pendaki dilarang mengambil Edelweis di kawasan konservasi ini.
Upaya lainnya: sosialisasi peraturan perundangan ke khalayak tentang tumbuhan yang dilindungi. Sosialisasi juga sering dilakukan petugas secara langsung kepada calon pendaki saat pengajukan Simaksi ( Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi ).
Untuk menghindari terjadinya bahaya kebakaran, disampaikan pula himbauan untuk selalu memastikan tidak meninggalkan bara api yang dapat memicu kebakaran.
Saat Tahun Baru dan 17 Agustus, jumlah pendaki di Taman Nasional Gunung Merbabu akan meningkat tajam. Mengantisipasi hal itu, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu menggelar pengamanan jalur pendakian secara rutin.
Salah satu tujuannya, mengantisipasi pelanggaran seperti pengambilan Edelweis. Upaya menjaga kelestarian sang Bunga Abadi tak pernah terhenti. Dengan kesadaran bersama, niscaya keindahannya bisa selamanya dinikmati oleh anak cucu. src