Petualang Itu Menikmati Proses, Bukan Target karena petualangan itu bukan pertandingan dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan hemat waktu, tenaga atau produktivitas profit. Setiap perjalanan selalu berbeda rasanya, setiap detik berlalu dengan kesan tersendiri karena kita senantiasa bertanya - tanya apa yang akan terjadi di detik berikutnya, perasaan itu menimbulkan sensasi tersendiri yang biasanya membuat orang lupa rasanya, makanya orang ingin alami lagi dan lagi.
Petualangan itu semacam kegiatan di mana kita tidak tahu ada apa di depan sana, tapi kita tahu ada kesulitan / resiko / bahaya yang mungkin terjadi atas kita, itu yang justru menjadi sensasi tersendiri. Terkadang kita punya tujuan dari kegiatan tersebut, tetapi terkadang juga tidak, karena yang penting bukanlah target tetapi proses itu sendiri. Melakukan yang terbaik dalam menjalani proses itu yang penting, bukan hasil terbaik.
Di Himalaya, sudah ada paket wisata terbang sekitar Puncak Everest dengan pesawat, sehingga tidak perlu capek - capek mendaki dengan kaki, belum lagi peralatan yang ribet, waktu yang panjang, ancaman frosbite.
Tidak perlu yang jauh - jauh berkelas dunia seperti Everest, Ke Tangkuban Parahu di Bandung saja, juga bisa pulang pergi dengan mobil, tapi ada juga jalur trekking untuk pejalan kaki. Manakah yang lebih kamu sukai? Dengan mobil atau jalan kaki?
Untuk orang pada umumnya mungkin akan bilang, tentu saja dengan mobil, hemat waktu dan tenaga, keluar uang sedikit tidak masalah. Atau mungkin mereka bilang “tergantung”; artinya kalau ada waktu dan cukup sehat, mungkin sesekali bolehlah berjalan kaki, tapi kalau tidak, untuk apa?
Kenapa orang yang menyukai petualangan lebih memilih berjalan kaki? Biasanya orang mendaki gunung akan menyukai perjalanan, sejak dari persiapan, kelengkapan peralatan, informasi tentang lokasi, kesulitan saat proses pendakian mencapai puncak, turun dengan letih, dan pulang dengan senang. Proses lebih penting daripada tujuan. Lagipula tidak jelas, di mana letak tujuan itu, di awal, tengah, atau akhir.
Jika ingin melihat lembah, mari mendaki ke puncak gunung. Jika ingin melihat puncak gunung, mari terbang ke awan. Jika ingin memahami awan, pejamkan mata dan renungkan( Kahlil Gibran ) Butet Manurung
Petualangan itu semacam kegiatan di mana kita tidak tahu ada apa di depan sana, tapi kita tahu ada kesulitan / resiko / bahaya yang mungkin terjadi atas kita, itu yang justru menjadi sensasi tersendiri. Terkadang kita punya tujuan dari kegiatan tersebut, tetapi terkadang juga tidak, karena yang penting bukanlah target tetapi proses itu sendiri. Melakukan yang terbaik dalam menjalani proses itu yang penting, bukan hasil terbaik.
Di Himalaya, sudah ada paket wisata terbang sekitar Puncak Everest dengan pesawat, sehingga tidak perlu capek - capek mendaki dengan kaki, belum lagi peralatan yang ribet, waktu yang panjang, ancaman frosbite.
Tidak perlu yang jauh - jauh berkelas dunia seperti Everest, Ke Tangkuban Parahu di Bandung saja, juga bisa pulang pergi dengan mobil, tapi ada juga jalur trekking untuk pejalan kaki. Manakah yang lebih kamu sukai? Dengan mobil atau jalan kaki?
Untuk orang pada umumnya mungkin akan bilang, tentu saja dengan mobil, hemat waktu dan tenaga, keluar uang sedikit tidak masalah. Atau mungkin mereka bilang “tergantung”; artinya kalau ada waktu dan cukup sehat, mungkin sesekali bolehlah berjalan kaki, tapi kalau tidak, untuk apa?
Kenapa orang yang menyukai petualangan lebih memilih berjalan kaki? Biasanya orang mendaki gunung akan menyukai perjalanan, sejak dari persiapan, kelengkapan peralatan, informasi tentang lokasi, kesulitan saat proses pendakian mencapai puncak, turun dengan letih, dan pulang dengan senang. Proses lebih penting daripada tujuan. Lagipula tidak jelas, di mana letak tujuan itu, di awal, tengah, atau akhir.
Jika ingin melihat lembah, mari mendaki ke puncak gunung. Jika ingin melihat puncak gunung, mari terbang ke awan. Jika ingin memahami awan, pejamkan mata dan renungkan( Kahlil Gibran ) Butet Manurung