Lautan pasir Gunung Bromo membentang seluas 5.920 hektare. Sejak menjadi tempat lokasi syuting film karya sutradara Garin Nugroho, kawasan itu akrab disebut pasir berbisik seperti judul filmnya. Saat angin berembus, butiran pasir beterbangan, seolah menyapa setiap pengunjungnya.
"Tapi sekarang pasir Bromo tak lagi berbisik. Terjadi kerusakan lingkungan. Jip masuk ke lautan pasir," kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( BBTN BTS ) Ayu Dewi Utari.
Kendaraan yang masuk ke lautan pasir menyebabkan pasir menjadi padat sehingga tak bisa berterbangan ditiup angin. Wisatawan kian sulit menikmati pasir yang berbisik. Bahkan dampak lebih buruk adalah terganggunya keseimbangan ekologis.
Sesuai konsep pengelolaannya, kawasan lautan pasir merupakan zona rimba. Pemanfaatannya untuk kepentingan pariwisata harus dibatasi. Namun, sejak wisata Gunung Bromo berkembang menjadi kawasan wisata favorit, zona yang seharusnya tak begitu saja dimasuki, malah riuh oleh deru kendaraan, menggantikan suara pasir yang berbisik.
Kendaraan jip yang masuk ke kawasan lautan pasir seharusnya hanya diizinkan melintas di tepian. Sedangkan bentangan utama lautan pasir harus dibiarkan tak terjamah agar tak terjadi pemadatan lautan pasir.
Berdasarkan data BBTN BTS, jumlah jip yang beroperasi di lautan pasir terus melonjak. Pada 2012, ada 200 unit. Namun saat ini sudah mencapai 1.000 unit.
Karena itu, Ayu mengatakan BBTN BTS harus mengambil kebijakan untuk membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bromo. "Seperti pendakian ke Gunung Semeru, dibatasi hanya 500 orang per hari," ujarnya.
Dampak meningkatnya kunjungan wisatawan juga mempengaruhi kawasan sabana Bromo, yang sering disebut bukit Teletubbies. Rumput sabana yang hijau terhampar luas, namun karena ramainya pengunjung, rumput terinjak - injak hingga tertutup tanaman pakis.
Pada 2011, wisatawan dalam negeri yang berkunjung ke Bromo berjumlah 250 ribu. Pada 2012, jumlah tersebut naik menjadi 350 ribu orang, lalu menjadi 579 ribu pada 2013. Adapun jumlah turis asing rata - rata 50 ribu orang per tahun.
Sedangkan pendapatan pada 2011 yakni Rp 1,2 miliar. Pada 2012, pendapatan naik menjadi Rp 1,8 miliar, sedangkan pada 2013 pendapatan melonjak signifikan mencapai Rp 6,1 miliar. src
"Tapi sekarang pasir Bromo tak lagi berbisik. Terjadi kerusakan lingkungan. Jip masuk ke lautan pasir," kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( BBTN BTS ) Ayu Dewi Utari.
Kendaraan yang masuk ke lautan pasir menyebabkan pasir menjadi padat sehingga tak bisa berterbangan ditiup angin. Wisatawan kian sulit menikmati pasir yang berbisik. Bahkan dampak lebih buruk adalah terganggunya keseimbangan ekologis.
Sesuai konsep pengelolaannya, kawasan lautan pasir merupakan zona rimba. Pemanfaatannya untuk kepentingan pariwisata harus dibatasi. Namun, sejak wisata Gunung Bromo berkembang menjadi kawasan wisata favorit, zona yang seharusnya tak begitu saja dimasuki, malah riuh oleh deru kendaraan, menggantikan suara pasir yang berbisik.
Kendaraan jip yang masuk ke kawasan lautan pasir seharusnya hanya diizinkan melintas di tepian. Sedangkan bentangan utama lautan pasir harus dibiarkan tak terjamah agar tak terjadi pemadatan lautan pasir.
Berdasarkan data BBTN BTS, jumlah jip yang beroperasi di lautan pasir terus melonjak. Pada 2012, ada 200 unit. Namun saat ini sudah mencapai 1.000 unit.
Karena itu, Ayu mengatakan BBTN BTS harus mengambil kebijakan untuk membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bromo. "Seperti pendakian ke Gunung Semeru, dibatasi hanya 500 orang per hari," ujarnya.
Dampak meningkatnya kunjungan wisatawan juga mempengaruhi kawasan sabana Bromo, yang sering disebut bukit Teletubbies. Rumput sabana yang hijau terhampar luas, namun karena ramainya pengunjung, rumput terinjak - injak hingga tertutup tanaman pakis.
Pada 2011, wisatawan dalam negeri yang berkunjung ke Bromo berjumlah 250 ribu. Pada 2012, jumlah tersebut naik menjadi 350 ribu orang, lalu menjadi 579 ribu pada 2013. Adapun jumlah turis asing rata - rata 50 ribu orang per tahun.
Sedangkan pendapatan pada 2011 yakni Rp 1,2 miliar. Pada 2012, pendapatan naik menjadi Rp 1,8 miliar, sedangkan pada 2013 pendapatan melonjak signifikan mencapai Rp 6,1 miliar. src