Sering disandingkan dengan Kepulauan Galapagos, Gunung Anak Krakatau menjadi salah satu laboratorium alam yang cukup dikenal oleh peneliti dari berbagai mancanegara. Sebuah tempat yang pas untuk mempelajari suksesi ekologi.
Sedikit mengingat tentang sejarah Gunung Anak Krakatau, di tahun 1883 meletus Gunung Krakatau yang memakan ribuan korban jiwa. Saking dahsyatnya letusan tersebut, abu vulkanik yang dikeluarkan sampai ke benua Amerika. Beberapa tahun setelah meletus, muncul sebuah daratan di sebelah Gunung Krakatau yang kemudian diberi nama Gunung Anak Krakatau.
Kemunculannya di tahun 1927 sempat menggemparkan para peneliti yang kemudian datang silih berganti untuk meneliti Gunung Anak Krakatau tersebut. Di awal kemunculannya, kondisi Gunung Anak Krakatau masih steril dan belum ada kehidupan. Namun seiring berjalannya waktu, mulai muncul berbagai jenis flora dan fauna di Gunung Anak Krakatau tersebut.
Ada beberapa jenis flora dan fauna yang dapat di jumpai di sana. Tanaman di Gunung Anak Krakatau misalnya mengkudu, lumut, pohon bakau, dan ketapang. Sedangkan untuk faunanya ada berbagai macam serangga seperti belalang, tawon dan kupu - kupu, serta jenis reptil seperti biawak, berbagai jenis burung dan mamalia seperti tikus dan kelelawar.
Pasir pantai Gunung Anak Krakatau berwarna kehitaman dan kaya akan kandungan biji besi. Di Gunung Anak Krakatau ada beberapa patok yang menandakan ketinggian gunung tersebut. Semakin menanjak, vegetasi yang ada juga semakin jarang.
Untuk bisa mengunjungi Gunung Anak Krakatau, pengunjung harus mendapatkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi ( SIMAKSI ) dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA ) Lampung. SIMAKSI tersebut digunakan untuk tujuan penelitian. Jika Anda masuk ke kawasan tersebut tanpa SIMAKSI, berarti Anda masuk ke wilayah Gunung Anak Krakatau secara illegal.
Jika Anda tidak memiliki SIMAKSI, namun ingin mengunjungi Gunung Anak Krakatau, Anda bisa berkunjung ketika Festival Krakatau. Festival Krakatau merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Pemerintah Lampung untuk meningkatkan potensi pariwisata di Lampung. src
Sedikit mengingat tentang sejarah Gunung Anak Krakatau, di tahun 1883 meletus Gunung Krakatau yang memakan ribuan korban jiwa. Saking dahsyatnya letusan tersebut, abu vulkanik yang dikeluarkan sampai ke benua Amerika. Beberapa tahun setelah meletus, muncul sebuah daratan di sebelah Gunung Krakatau yang kemudian diberi nama Gunung Anak Krakatau.
Kemunculannya di tahun 1927 sempat menggemparkan para peneliti yang kemudian datang silih berganti untuk meneliti Gunung Anak Krakatau tersebut. Di awal kemunculannya, kondisi Gunung Anak Krakatau masih steril dan belum ada kehidupan. Namun seiring berjalannya waktu, mulai muncul berbagai jenis flora dan fauna di Gunung Anak Krakatau tersebut.
Ada beberapa jenis flora dan fauna yang dapat di jumpai di sana. Tanaman di Gunung Anak Krakatau misalnya mengkudu, lumut, pohon bakau, dan ketapang. Sedangkan untuk faunanya ada berbagai macam serangga seperti belalang, tawon dan kupu - kupu, serta jenis reptil seperti biawak, berbagai jenis burung dan mamalia seperti tikus dan kelelawar.
Pasir pantai Gunung Anak Krakatau berwarna kehitaman dan kaya akan kandungan biji besi. Di Gunung Anak Krakatau ada beberapa patok yang menandakan ketinggian gunung tersebut. Semakin menanjak, vegetasi yang ada juga semakin jarang.
Untuk bisa mengunjungi Gunung Anak Krakatau, pengunjung harus mendapatkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi ( SIMAKSI ) dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA ) Lampung. SIMAKSI tersebut digunakan untuk tujuan penelitian. Jika Anda masuk ke kawasan tersebut tanpa SIMAKSI, berarti Anda masuk ke wilayah Gunung Anak Krakatau secara illegal.
Jika Anda tidak memiliki SIMAKSI, namun ingin mengunjungi Gunung Anak Krakatau, Anda bisa berkunjung ketika Festival Krakatau. Festival Krakatau merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Pemerintah Lampung untuk meningkatkan potensi pariwisata di Lampung. src