Kawasan Puncak Gunung Argopuro di Jawa Timur, boleh percaya atau tidak percaya, menurut cerita adalah bekas tempat tinggal seorang Dewi yang cantik jelita. Namanya tersohor dengan sebutan Dewi Rengganis, seorang selir Raja pada masa Kerajaan Majapahit. Benarkah disana di temukan sisa - sisa reruntuhan istana Sang Dewi? Mitos atau cerita turun temurun?
Kisah Dewi Rengganis ini telah melegenda di masyarakat kaki Pegunungan Iyang. Konon, pada masa kerajaan itu tengah berjaya, pelataran puncak setinggi 3.088 meter, sebutan lain bagi Pegunungan Iyang, berdiri sebuah istana megah. Istana itu lengkap dengan segala atributnya, seperti balatentara, dayang-dayang, hewan ternak, dan taman yang indah. Ini semata dibangun agar Dewi Rengganis kerasan menempatinya.
Menurut ramalan para empu pada masa itu, suatu saat tampuk kekuasaan Kerajaan Majapahit akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis. Untuk menghindarinya, keluarlah "Keppres" pembangunan istana tersebut. Pasalnya, dari seluruh selir raja, Dewi Rengganis yang paling disayang. Wajar jika masyarakat sekitar menyebut Pegunungan Iyang sebagai Gunung Argopuro. Berasal dari kata arged dan puro. Dalam bahasa Madura berarti tempat atau istana yang paling tinggi.
Tak pelak reruntuhan istana sang dewi menjadikan Argopuro menjadi gunung yang unik. Tak ada duanya di negeri ini. Menjumpai situs purbakala tertinggi di tanah Jawa. Memikat siapa saja untuk menjelajahi dan mengamatinya. Sebuah kenangan yang begitu membekas di hati.
Taman Firdaus
Awal abad ke-20, kawasan Argopuro terlihat begitu cantik. Rusa berbiak dengan cepat. Ratusan Macan dahan bebas berkeliaran. Mengintip dan menerkam Rusa yang lengah. Kucing hutan, Babi, dan Ajak tak mau kalah berburu satwa pemakan rumput itu. Pertumbuhan Kijang, Merak, dan Ayam hutan tak kalah banyaknya.
Junghuhn, warga Eropa pertama di Argopuro, menaksir jumlah Rusa itu. Pada tahun 1844, ia melihat lebih dari 50.000 ekor. Kawanan Rusa itu hidup berkelompok. Tiap kelompoknya mencapai ribuan ekor.
Tak cuma kaya satwa. Setiap sisi sungai di kawasan ini ditumbuhi Primula polifera yang cantik di antara rerumputan bunga - bunga nan cantik tumbuh subur. Jajaran Cemara ( Casuarina junghuhniana ) tegak berdiri. Sedikit lebih ke atas, Edelweis ( Anaphalis viscida ) mudah sekali didapati menghiasi padang rumput Argopuro. Ditambah kabut tipis menyelemuti vegetasi. Berkat daftar kekayaan hidupan liar dan padang bunga yang beragam, kawasan ini dijuluki Taman Firdaus Pulau Jawa.
Cerita itu bukan khayalan. JA Wormser, pendaki asal Kerajaan Belanda, telah membuktikannya. Dalam catatan hariannya, Wormser tak henti - hentinya memuji keindahan Argopuro. Bersama S Neumann, Wormser menggapai puncak Argopuro pada tahun 1927. Mereka mencapainya setelah menempuh dua hari perjalanan yang dibantu oleh delapan porter.
Meski tak seperti dulu, bayangan kemegahan masa lampau masih menjadi magnet. Argopuro tetap menarik untuk dijelajahi. Masih menyimpan berbagai cerita penjelajahan dan petualangan yang memikat.
Gampang Dicapai
Secara geografis, Gunung Argopuro termasuk Cagar Alam Dataran Tinggi Iyang seluas 15.000 ha, terletak di sebelah utara Jember dan barat daya Bondowoso, Jawa Timur. Dari segi administratif, terbagi dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Probolinggo, Jember, dan Situbondo.
Selain menyajikan berbagai kisah, medan pendakian Argopuro teramat unik. Menantang setiap penjelajah untuk mendakinya. Betapa tidak, tanjakan dan turunan silih berganti menyambut Anda. Sebelum puncak digapai, medan bergelombang itu seperti tiada habisnya.
Ada dua jalur umum yang digunakan para pendaki untuk mencapai puncak. Pertama, melalui Desa Baderan, Kabupaten Situbondo, dan kedua, dari Ayer Dingin, Desa Bremi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo. Kedua jalur tersebut memiliki karakteristik masing - masing. Namun, dari segi keamanan dan pencapaian titik awal pendakian, jalur Desa Bremi patut dikedepankan karena mudah dan relatif aman.
Dibandingkan lewat Desa Baderan, sarana transportasi menuju Desa Bremi tersedia dengan baik. Sampai di terminal Probolinggo tak perlu bingung. Naik saja bus jurusan Bremi, lalu turun di Ayer Dingin. Perjalanan menuju desa ini memakan waktu dua jam.
Alternatif lain dengan menaiki Bison ( sebutan penduduk setempat bagi transportasi jenis Isuzu Elf ) jurusan Probolinggo - Situbondo. Turun di Pejarakan, lalu menyambung dengan angkutan desa ke Ayer Dingin, Desa Bremi.
Masalah izin mendaki dapat diurus pada Pos KSDA / Kehutanan Bremi atau Polsek Krucil. Bila kurang, perbekalan pendakian dapat ditambah di desa ini, mudah mencarinya di antara sekian banyak warung kebutuhan pokok sehari - hari. Soal harga, "beda - beda tipis" dengan di kota. Perjalanan menuju puncak Argopuro dimulai dari areal perkebunan kopi milik PTP Ayer Dingin. Selama 30 menit, batas Hutan damar ( Agathis damara ) dapat kita capai.
Taman Hidup
Seusai berjalan tiga jam, para pendaki akan bertemu persimpangan. Salah satunya menuju Danau Taman Hidup. Sebuah danau terbesar di Dataran Tinggi Iyang. Areal ini sangat penting bagi seluruh penghuni hutan Argopuro. Rusa, Kijang, Merak, Ayam hutan, Babi hutan, Ajak, Kucing hutan, hingga Macan dahan setiap saat menikmati kesegaran air danau ini.
Saat ini, Danau Taman Hidup cocok sekali sebagai lokasi mengintip satwa-satwa yang mulai langka, seperti Rusa, Kijang, Kucing hutan, dan Macan dahan sekaligus mengabadikan aktivitas mereka dalam berbagai karya fotografi.
Air danau yang tenang dikelilingi pepohonan besar menjadikan panorama kian cantik. Paling tidak, suasana kalem itu menjadi doping menghadapi hiruk - pikuk Jakarta atau kota - kota sibuk lainnya. Beberapa pendaki sering memilih bermalam di sini, mengintip suasana pagi dan sore hari di Taman Hidup.
Puas menikmati keindahan Danau Taman Hidup, medan bergelombang siap menyambut kita. Naik turun punggungan hal yang lumrah di sini. Inilah tantangan lain yang ditawarkan Argopuro. Medan pendakian bergelombang yang panjang seperti tiada habisnya. Tentu dituntut persiapan fisik dan strategi yang matang. Bila tidak, semangat dan napas bakal "Senin - Kamis".
Selama setengah hari perjalanan, kita akan disuguhi beberapa vegetasi. Dari primer khas hutan tropika hingga sekunder yang didominasi semak dan cemara ( Casuarina junghuhniana ). Makin ke atas, tipe vegetasi bergeser pada dominasi tumbuhan berdaun jarum seperti Edelweis ( Anaphalis viscida ). Tumbuhan khas puncak gunung - gunung tanah Jawa ini tumbuh di antara padang rumput yang luas. Tingginya bisa mencapai lima meter.
Meski memiliki medan terbilang berat, Argopuro tak pelit air. Selain Danau Taman Hidup di awal pendakian, di bagian tengah terdapat dua sungai, Aeng Kenek dan Aeng Poteh. Plus satu sumber air terakhir sebelum puncak, daerah Rawa Embik.
Ketiga sumber air itu cukup melimpah. Ini amat memudahkan kita mengatur strategi perbekalan. Lewat hitungan cermat, puncak dapat diraih tanpa harus memikul beban berlebih.
Kebanyakan pendaki memilih bermalam di Rawa Embik. Sebab, daerah ini memiliki padang rumput luas dan datar di antara pohon - pohon tinggi serta dekat pula dengan sumber air. Tentu lokasi ini memanjakan para pendaki membuka tenda doom mereka. Nyaman dan tak perlu rebutan kapling.
Esoknya, sekitar pukul 02.00 dini hari, perjalanan diteruskan. Sudah pasti tujuannya satu, summit attack, menggapai puncak Argopuro, menyaksikan segala keunikannya.
Ada dua puncak yang dapat kita capai, di utara puncak Argopuro dan di sebelah selatan puncak Rengganis. Reruntuhan candi peninggalan Dewi Rengganis terdapat pada puncak sebelah selatan itu.
Turun sedikit dari puncak paling atas, terdapat lingkaran pondasi batu. Bentuknya mirip taman. Taman-taman kecil ini seperti pagar yang menghadap keluar ke arah padang rumput, layaknya halaman rumah kita di abad modern ini. Bila beruntung, pemandangan Matahari terbit ( sunrise ) menambah semarak suasana puncak, menambah keunikan Argopuro yang cantik. Rasa lelah dan penat dalam perjalanan seolah terobati dalam sekejap. Src
Kisah Dewi Rengganis ini telah melegenda di masyarakat kaki Pegunungan Iyang. Konon, pada masa kerajaan itu tengah berjaya, pelataran puncak setinggi 3.088 meter, sebutan lain bagi Pegunungan Iyang, berdiri sebuah istana megah. Istana itu lengkap dengan segala atributnya, seperti balatentara, dayang-dayang, hewan ternak, dan taman yang indah. Ini semata dibangun agar Dewi Rengganis kerasan menempatinya.
Menurut ramalan para empu pada masa itu, suatu saat tampuk kekuasaan Kerajaan Majapahit akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis. Untuk menghindarinya, keluarlah "Keppres" pembangunan istana tersebut. Pasalnya, dari seluruh selir raja, Dewi Rengganis yang paling disayang. Wajar jika masyarakat sekitar menyebut Pegunungan Iyang sebagai Gunung Argopuro. Berasal dari kata arged dan puro. Dalam bahasa Madura berarti tempat atau istana yang paling tinggi.
Tak pelak reruntuhan istana sang dewi menjadikan Argopuro menjadi gunung yang unik. Tak ada duanya di negeri ini. Menjumpai situs purbakala tertinggi di tanah Jawa. Memikat siapa saja untuk menjelajahi dan mengamatinya. Sebuah kenangan yang begitu membekas di hati.
Taman Firdaus
Awal abad ke-20, kawasan Argopuro terlihat begitu cantik. Rusa berbiak dengan cepat. Ratusan Macan dahan bebas berkeliaran. Mengintip dan menerkam Rusa yang lengah. Kucing hutan, Babi, dan Ajak tak mau kalah berburu satwa pemakan rumput itu. Pertumbuhan Kijang, Merak, dan Ayam hutan tak kalah banyaknya.
Junghuhn, warga Eropa pertama di Argopuro, menaksir jumlah Rusa itu. Pada tahun 1844, ia melihat lebih dari 50.000 ekor. Kawanan Rusa itu hidup berkelompok. Tiap kelompoknya mencapai ribuan ekor.
Tak cuma kaya satwa. Setiap sisi sungai di kawasan ini ditumbuhi Primula polifera yang cantik di antara rerumputan bunga - bunga nan cantik tumbuh subur. Jajaran Cemara ( Casuarina junghuhniana ) tegak berdiri. Sedikit lebih ke atas, Edelweis ( Anaphalis viscida ) mudah sekali didapati menghiasi padang rumput Argopuro. Ditambah kabut tipis menyelemuti vegetasi. Berkat daftar kekayaan hidupan liar dan padang bunga yang beragam, kawasan ini dijuluki Taman Firdaus Pulau Jawa.
Cerita itu bukan khayalan. JA Wormser, pendaki asal Kerajaan Belanda, telah membuktikannya. Dalam catatan hariannya, Wormser tak henti - hentinya memuji keindahan Argopuro. Bersama S Neumann, Wormser menggapai puncak Argopuro pada tahun 1927. Mereka mencapainya setelah menempuh dua hari perjalanan yang dibantu oleh delapan porter.
Meski tak seperti dulu, bayangan kemegahan masa lampau masih menjadi magnet. Argopuro tetap menarik untuk dijelajahi. Masih menyimpan berbagai cerita penjelajahan dan petualangan yang memikat.
Gampang Dicapai
Secara geografis, Gunung Argopuro termasuk Cagar Alam Dataran Tinggi Iyang seluas 15.000 ha, terletak di sebelah utara Jember dan barat daya Bondowoso, Jawa Timur. Dari segi administratif, terbagi dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Probolinggo, Jember, dan Situbondo.
Selain menyajikan berbagai kisah, medan pendakian Argopuro teramat unik. Menantang setiap penjelajah untuk mendakinya. Betapa tidak, tanjakan dan turunan silih berganti menyambut Anda. Sebelum puncak digapai, medan bergelombang itu seperti tiada habisnya.
Ada dua jalur umum yang digunakan para pendaki untuk mencapai puncak. Pertama, melalui Desa Baderan, Kabupaten Situbondo, dan kedua, dari Ayer Dingin, Desa Bremi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo. Kedua jalur tersebut memiliki karakteristik masing - masing. Namun, dari segi keamanan dan pencapaian titik awal pendakian, jalur Desa Bremi patut dikedepankan karena mudah dan relatif aman.
Dibandingkan lewat Desa Baderan, sarana transportasi menuju Desa Bremi tersedia dengan baik. Sampai di terminal Probolinggo tak perlu bingung. Naik saja bus jurusan Bremi, lalu turun di Ayer Dingin. Perjalanan menuju desa ini memakan waktu dua jam.
Alternatif lain dengan menaiki Bison ( sebutan penduduk setempat bagi transportasi jenis Isuzu Elf ) jurusan Probolinggo - Situbondo. Turun di Pejarakan, lalu menyambung dengan angkutan desa ke Ayer Dingin, Desa Bremi.
Masalah izin mendaki dapat diurus pada Pos KSDA / Kehutanan Bremi atau Polsek Krucil. Bila kurang, perbekalan pendakian dapat ditambah di desa ini, mudah mencarinya di antara sekian banyak warung kebutuhan pokok sehari - hari. Soal harga, "beda - beda tipis" dengan di kota. Perjalanan menuju puncak Argopuro dimulai dari areal perkebunan kopi milik PTP Ayer Dingin. Selama 30 menit, batas Hutan damar ( Agathis damara ) dapat kita capai.
Taman Hidup
Seusai berjalan tiga jam, para pendaki akan bertemu persimpangan. Salah satunya menuju Danau Taman Hidup. Sebuah danau terbesar di Dataran Tinggi Iyang. Areal ini sangat penting bagi seluruh penghuni hutan Argopuro. Rusa, Kijang, Merak, Ayam hutan, Babi hutan, Ajak, Kucing hutan, hingga Macan dahan setiap saat menikmati kesegaran air danau ini.
Saat ini, Danau Taman Hidup cocok sekali sebagai lokasi mengintip satwa-satwa yang mulai langka, seperti Rusa, Kijang, Kucing hutan, dan Macan dahan sekaligus mengabadikan aktivitas mereka dalam berbagai karya fotografi.
Air danau yang tenang dikelilingi pepohonan besar menjadikan panorama kian cantik. Paling tidak, suasana kalem itu menjadi doping menghadapi hiruk - pikuk Jakarta atau kota - kota sibuk lainnya. Beberapa pendaki sering memilih bermalam di sini, mengintip suasana pagi dan sore hari di Taman Hidup.
Puas menikmati keindahan Danau Taman Hidup, medan bergelombang siap menyambut kita. Naik turun punggungan hal yang lumrah di sini. Inilah tantangan lain yang ditawarkan Argopuro. Medan pendakian bergelombang yang panjang seperti tiada habisnya. Tentu dituntut persiapan fisik dan strategi yang matang. Bila tidak, semangat dan napas bakal "Senin - Kamis".
Selama setengah hari perjalanan, kita akan disuguhi beberapa vegetasi. Dari primer khas hutan tropika hingga sekunder yang didominasi semak dan cemara ( Casuarina junghuhniana ). Makin ke atas, tipe vegetasi bergeser pada dominasi tumbuhan berdaun jarum seperti Edelweis ( Anaphalis viscida ). Tumbuhan khas puncak gunung - gunung tanah Jawa ini tumbuh di antara padang rumput yang luas. Tingginya bisa mencapai lima meter.
Meski memiliki medan terbilang berat, Argopuro tak pelit air. Selain Danau Taman Hidup di awal pendakian, di bagian tengah terdapat dua sungai, Aeng Kenek dan Aeng Poteh. Plus satu sumber air terakhir sebelum puncak, daerah Rawa Embik.
Ketiga sumber air itu cukup melimpah. Ini amat memudahkan kita mengatur strategi perbekalan. Lewat hitungan cermat, puncak dapat diraih tanpa harus memikul beban berlebih.
Kebanyakan pendaki memilih bermalam di Rawa Embik. Sebab, daerah ini memiliki padang rumput luas dan datar di antara pohon - pohon tinggi serta dekat pula dengan sumber air. Tentu lokasi ini memanjakan para pendaki membuka tenda doom mereka. Nyaman dan tak perlu rebutan kapling.
Esoknya, sekitar pukul 02.00 dini hari, perjalanan diteruskan. Sudah pasti tujuannya satu, summit attack, menggapai puncak Argopuro, menyaksikan segala keunikannya.
Ada dua puncak yang dapat kita capai, di utara puncak Argopuro dan di sebelah selatan puncak Rengganis. Reruntuhan candi peninggalan Dewi Rengganis terdapat pada puncak sebelah selatan itu.
Turun sedikit dari puncak paling atas, terdapat lingkaran pondasi batu. Bentuknya mirip taman. Taman-taman kecil ini seperti pagar yang menghadap keluar ke arah padang rumput, layaknya halaman rumah kita di abad modern ini. Bila beruntung, pemandangan Matahari terbit ( sunrise ) menambah semarak suasana puncak, menambah keunikan Argopuro yang cantik. Rasa lelah dan penat dalam perjalanan seolah terobati dalam sekejap. Src