Letaknya yang berada di lereng barat gunung Lawu dan ada pada ketinggian 1400 m dpl membuat keindahan sekeliling candi semarak terlihat. Berada di candi ini Anda seperti sedang menginjak puncak gunung, sehingga pemandangan sekitar yang penuh dengan undakan hijau dapat dinikmati dengan puas.
Begitu menjejak gapura candi, udara dingin langsung menggigit kulit. Belum lagi semilir angin dingin yang menerpa kulit, membuat Anda serasa ingin buang air kecil. Apalagi perjalanan panjang dan melalui tanjakan curam untuk masuk ke pelosok candi yang sebelumnya terlewati tentu melahirkan kelelahan dan kepengapan pada telinga Anda.
Tetapi jangan khawatir, kelelahan tersebut langsung terbayar begitu pemandangan eksotis candi menyapa.Anda disuguhkan dengan tampilan candi yang terdiri dari 13 undakan teras dari barat ke timur. Jadi, bersiaplah dengan stamina kaki Anda jika ingin menyusuri undakan per undakan.
Filosofi undakan yang makin tinggi ke belakang menandakan tempat tersebut paling suci. Masing - masing halaman teras dihubungkan oleh jalan setapak yang seolah - olah membagi halaman teras menjadi dua. Bentuk seni bangunan candi Cetho mempunyai kesamaan dengan candi Sukuh yang dibangun dengan konsep berteras, sehingga mengingatkan kita pada punden berundak masa prasejarah.
Bentuk susunan bangunan semacam ini sangatlah spesifik dan tidak ditemukan pada kompleks candi lain di Jawa Tengah kecuali candi Sukuh. Pada kompleks candi Cetho banyak dijumpai area - area yang mempunyai ciri masa prasejarah, misalnya area yang digambarkan dalam bentuk sederhana, yakni kedua tangan diletakkan di depan perut atau dada.
Sikap semacam ini mengingatkan kita pada patung - patung sederhana di daerah Bada, Sulawesi Tengah. Selain itu, terdapat relief - relief yang menggambarkan adegan cerita Cuddamala seperti candi Sukuh serta relief binatang yakni gajah, kuda, belut dan ketam.
Candi yang dibangun pada abad 15 Masehi ini berhubungan dengan keberadaan prasasti yang berangka 1373 Saka atau 1451 Masehi. Bangunan utama candi ini berada paling atas atau paling belakang. Untuk menikmati keindahannya, Anda perlu menaiki undakan demi undakan yang terjal.
Meski harus melewati perjuangan tersebut, rasanya tak afdol jika Anda tak menjejak puncak candi ini. Selain dapat menikmati panorama pegunungan sekitar dengan lebih leluasa, Anda dapat menikmati pendopo - pendopo dari kayu yang dibangun oleh seseorang tanpa mengedepankan konsep arkeologi.
Namun alasan tersebut tak mengurangi keindahan puncak bangunan candi yang dibangun pada saat kerajaan Majapahit di ambang keruntuhan.
Begitu menjejak gapura candi, udara dingin langsung menggigit kulit. Belum lagi semilir angin dingin yang menerpa kulit, membuat Anda serasa ingin buang air kecil. Apalagi perjalanan panjang dan melalui tanjakan curam untuk masuk ke pelosok candi yang sebelumnya terlewati tentu melahirkan kelelahan dan kepengapan pada telinga Anda.
Tetapi jangan khawatir, kelelahan tersebut langsung terbayar begitu pemandangan eksotis candi menyapa.Anda disuguhkan dengan tampilan candi yang terdiri dari 13 undakan teras dari barat ke timur. Jadi, bersiaplah dengan stamina kaki Anda jika ingin menyusuri undakan per undakan.
Filosofi undakan yang makin tinggi ke belakang menandakan tempat tersebut paling suci. Masing - masing halaman teras dihubungkan oleh jalan setapak yang seolah - olah membagi halaman teras menjadi dua. Bentuk seni bangunan candi Cetho mempunyai kesamaan dengan candi Sukuh yang dibangun dengan konsep berteras, sehingga mengingatkan kita pada punden berundak masa prasejarah.
Bentuk susunan bangunan semacam ini sangatlah spesifik dan tidak ditemukan pada kompleks candi lain di Jawa Tengah kecuali candi Sukuh. Pada kompleks candi Cetho banyak dijumpai area - area yang mempunyai ciri masa prasejarah, misalnya area yang digambarkan dalam bentuk sederhana, yakni kedua tangan diletakkan di depan perut atau dada.
Sikap semacam ini mengingatkan kita pada patung - patung sederhana di daerah Bada, Sulawesi Tengah. Selain itu, terdapat relief - relief yang menggambarkan adegan cerita Cuddamala seperti candi Sukuh serta relief binatang yakni gajah, kuda, belut dan ketam.
Candi yang dibangun pada abad 15 Masehi ini berhubungan dengan keberadaan prasasti yang berangka 1373 Saka atau 1451 Masehi. Bangunan utama candi ini berada paling atas atau paling belakang. Untuk menikmati keindahannya, Anda perlu menaiki undakan demi undakan yang terjal.
Meski harus melewati perjuangan tersebut, rasanya tak afdol jika Anda tak menjejak puncak candi ini. Selain dapat menikmati panorama pegunungan sekitar dengan lebih leluasa, Anda dapat menikmati pendopo - pendopo dari kayu yang dibangun oleh seseorang tanpa mengedepankan konsep arkeologi.
Namun alasan tersebut tak mengurangi keindahan puncak bangunan candi yang dibangun pada saat kerajaan Majapahit di ambang keruntuhan.