Pendakian Marathon jarang di temui di Indonesia bahkan di dunia. Tetapi, Indonesia memiliki seseorang yang menjadi pelopor pendakian marathon, 24 gunung, 24 hari. Dialah Willem Tasiam. Tetapi justru nama tersebut seolah tenggelam dan dilupakan oleh para pendaki Indonesia, kalah oleh nama para legenda gunung lainnya.
Willem Sigar Tasiam lahir di Pontianak, tanggal 22 Februari 1958. Willem merupakan anak tertua dari lima bersaudara dari pasangan Arnold Tasiam dan Marie Katuk, keduanya asli Manado. Willem lahir saat ayahnya sedang tugas di Kalimantan Barat, sebagai karyawan di PT PELNI. Karena itulah ia selalu berpindah mengikuti ayahnya.
Ia menamatkan pendidikannya hingga SMP, dan pernah lama tinggal di kota Purwokerto sebagai Guru Musik di Yasmin. Minatnya terhadap kegiatan pecinta alam semakin kuat mengingat tinggalnya yang sering berpindah. Begitu pula saat ia berpindah ke Jatinegara pada tahun 1971. Sejak itu Willem mulai mendaki Gunung Gede Pangrango. Gunung Gede menurutnya sangat cocok bagi pendaki pemula karena jalurnya yang cukup enak, kemudian bisa dilanjutkan ke Gunung Pangrango yang memiliki jalur lebih sulit dengan medan tertutup.
Sosok yang sangat aktif ini pernah tercatat sebagai anggota Klub Tapak. Bahkan karena terlalu aktif, ia sampai dipecat karena meninggalkan jauh senior - seniornya. Sejak itu ia jalan sendiri dan bahkan bersaing dengan mereka. Ia kurang suka dengan mendaki gunung yang biasa biasa saja.
Setelah itu ia membuat Kelompok sendiri bernama Lapas, kelompok ini tidak memiliki AD & ART sehingga lebih leluasa dalam berkegiatan dan mengajak pecinta alam lain. Dia juga tercatat dalam Wadah Pecinta Alam Jakarta yang dinaungi oleh Dewan Harian Nasional Angkatan 45 hingga sekarang.
Saat pindah ke Purwokerto pada tahun 1992, ia menjadi guru musik di Yasmin cabang Purwokerto. Tepatnya ia mengajar gitar klasik yang penggemarnya cukup terbatas di kalangan guru SMA, Pelajar, Mahasiswa. Kegiatan sebagai guru musik mulai surut ketika lokasi mengajar berpindah dari Jalan Merdeka ke jalan Yoso Darmo.
Pengalaman dan Pencapaian
Willem Sigar Tasiam lahir di Pontianak, tanggal 22 Februari 1958. Willem merupakan anak tertua dari lima bersaudara dari pasangan Arnold Tasiam dan Marie Katuk, keduanya asli Manado. Willem lahir saat ayahnya sedang tugas di Kalimantan Barat, sebagai karyawan di PT PELNI. Karena itulah ia selalu berpindah mengikuti ayahnya.
Ia menamatkan pendidikannya hingga SMP, dan pernah lama tinggal di kota Purwokerto sebagai Guru Musik di Yasmin. Minatnya terhadap kegiatan pecinta alam semakin kuat mengingat tinggalnya yang sering berpindah. Begitu pula saat ia berpindah ke Jatinegara pada tahun 1971. Sejak itu Willem mulai mendaki Gunung Gede Pangrango. Gunung Gede menurutnya sangat cocok bagi pendaki pemula karena jalurnya yang cukup enak, kemudian bisa dilanjutkan ke Gunung Pangrango yang memiliki jalur lebih sulit dengan medan tertutup.
Sosok yang sangat aktif ini pernah tercatat sebagai anggota Klub Tapak. Bahkan karena terlalu aktif, ia sampai dipecat karena meninggalkan jauh senior - seniornya. Sejak itu ia jalan sendiri dan bahkan bersaing dengan mereka. Ia kurang suka dengan mendaki gunung yang biasa biasa saja.
Setelah itu ia membuat Kelompok sendiri bernama Lapas, kelompok ini tidak memiliki AD & ART sehingga lebih leluasa dalam berkegiatan dan mengajak pecinta alam lain. Dia juga tercatat dalam Wadah Pecinta Alam Jakarta yang dinaungi oleh Dewan Harian Nasional Angkatan 45 hingga sekarang.
Saat pindah ke Purwokerto pada tahun 1992, ia menjadi guru musik di Yasmin cabang Purwokerto. Tepatnya ia mengajar gitar klasik yang penggemarnya cukup terbatas di kalangan guru SMA, Pelajar, Mahasiswa. Kegiatan sebagai guru musik mulai surut ketika lokasi mengajar berpindah dari Jalan Merdeka ke jalan Yoso Darmo.
Pengalaman dan Pencapaian
- Membuat rekor pendakian solo di pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 14 Gunung dalam 20 hari tahun 2004.
- Membuat rekor Pendakian solo di pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 20 Gunung dalam 26 hari tahun 2005.
- Membuat rekor pendakian solo di Pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 23 Gunung dalam 22 hari tahun 2007.
- Membuat rekor pendakian solo di Pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 24 Gunung dalam 24 hari tahun 2009.
Dan masih banyak sederet prestasi lainya. Semuanya dilakukan dengan menggunakan alat transportasi biasa tanpa dukungan sponsor secara penuh, namun ia tetap dibantu beberapa rekan.
Menurut dia, pendaki harus giat berlatih dan memahami setiap karakter gunung yang dijadikan target pendakian. Terutama jika ingin melakukan ekspedisi ke beberapa gunung. Target waktu dan orientasi harus dilakukan secara matang.
Sebagai contoh kita meminta bantuan pendaki setempat untuk mendukung kecepatan trsnsportasi menuju gunung yang berikutnya. Yang ia lakukan adalah memberi tahu rencana dan jadwal pendakian pada pendaki lokal. Sehingga diharapkan mereka bisa mengajak sesama pendaki setempat untuk memberikan solusi memperpendek waktu perjalanan antar gunung. "Saya bangga dan berterimakasih karena kelompok lokal banyak membantu mengantar sampai ke lokasi pendakian berikutnya. Ibarat barang,saya diantar secara estafet kepada pendaki berikutnya”.
Willem Tasiam memberikan tips tentang bekal makanan para pendaki. Dia memiliki rahasia tersendiri dalam hal ini. Tidak seperti pendaki kebanyakan yang menbawa beras atau roti, ia malah biasanya membawa kismis, sale pisang basah, dan selai kacang dalam tasnya. Menurutnya makanan ini merupakan asupan yang tepat untuk memulihkan energi.
Betul juga, karena makanan tersebut termasuk mudah dicerna oleh tubuh. Ia juga biasanya membawa buah anggur atau pir hijau. kedua buah tersebut mengandung banyak air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Pendaki Indonesia Yang Terlupakan