Di atas puncak Nanga Parbat, Reinhold dan Gunther berpelukan. "Fakta bahwa Gunther disana bersamaku membuat saat-saat di puncak sangat berarti bagiku, bahkan hingga saat ini," begitu Messner menulis dalam The Naked Mountain. "Mungkin aku seharusnya mengucapkan sesuatu, tapi waktu itu aku ngga tahu harus berkata apa."
Kedua bersaudara dibesarkan dalam sebuah keluarga dengan sembilan anak di kota Villnöss, sebuah kota wilayah Dolomites Itali yang penduduknya berbahasa Jerman. Dikelilingi celah dan dinding Selatan Tyrol, seperti yang ditulis Messner di tahun 1989 adalah "sebuah surga di masa kecilnya".
Sang ayah seorang kepala sekolah yang mengajari mereka mendaki gunung. Reinhold pertama kali sebagai lead climber ketika berumur 12 tahun, beberapa tahun kemudian membuat peristiwa bersejarah dengan menaklukan dinding bernama Kleine Fermeda.
Sang ayah tidak sanggup mengikuti anaknya di sebuah pitch yang susah. Dengan berteriak Ayah meminta untuk segera rappeling. Messner menjawab, "Aku naik sendirian ke atas," dan ia kemudian melepas tali. Buku The Naked Mountain diterbitkan setelah kedua orang tuanya meninggal.
Messner menggambarkan peristiwa itu lebih dalam. Ia menjelaskan ketika suatu hari pulang ke rumah mendapati Gunther mengerjai seekor anjing kennel. Sang ayah seorang veteran Perang Dunia II menhajar Gunther hingga ia tak mampu jalan lagi. "Sejak itu kami tidak hanya menjadi kawan," Messner menulis, "Gunther juga menjadi partner climbing yang kemampuannya sama bagusnya dengan aku."
Perbedaan jelas antara keduanya adalah tipe climbing Reinhold lebih terburu - buru sedang Gunther cenderung berhati - hati. Keduanya mulai menancapkan nama dengan cara mereka sendiri. "Kami saat itu dalam proses meninggalkan lembah dan tempat tinggal kami menuju tempat dimana kami ditakdirkan.
Dua bersaudara meninggalkan puncak Nanga Parbat ketika cahaya mulai redup.Ketika mereka menyusuri kembali sisi puncak, Gunther tertinggal di belakang. Reinhold mulai khawatir dengan kondisi adiknya yang kelelahan untuk melewati rute Rupal.
Sprint yang dilakukan Gunther dalam upaya menyusul Reinhold telah membuatnya kehabisan tenaga. Tanpa membawa tali apapun, Reinhold tidak akan mampu mem - belay Gunther menuruni celah yang berat. Saat itu, tulis Messner dalam bukunya, "Gunther datang dan menunjuk dengan ice axe ke arah kanan. Turun lewat Diamir Face ? Aku menggeleng, menolak ide itu. "Ngga bisa, kita ngga bakalan bisa melampaui," kataku 'Tapi itu lebih gampang," kata Gunther bersikeras.
Diamir Face yang membentang arah barat laut berseberangan dengan Rupal Face hanya pernah didaki sekali di tahun 1962 oleh anggota tim Herrligkoffer. Namun bagi Messner bersaudara dinding ini adalah sebuah titik penghabisan. Jalur buta untuk turun dari sebuah tebing yang tidak dikenal yang menjadi bagian dari 8,000m merupakan jalur kematian.
Sama halnya dengan Diamir Face sebuah dinding glasier menggantung, siapapun bisa terhempas oleh avalanches es dan salju. Beruntung, terdapat jalur alternatif untuk menuruni tebing berbahaya ini. Mereka melihat celah di sebelah barat daya yang dinamai Merkl Gap- sebagai penghormatan terhadap saudara tim leader mereka, Herrligkoffer.
Jika Messner bersaudara mampu menyusuri celah ini, maka mereka bakal menemukan jalur turun dan menuju camp dibawahnya. Ketika hari mulai gelap, kedua bersaudara yang kelelahan memutuskan untuk istirahat di sebuah gua salju sebagai perlindungan sekitar 50 yards ( 46m ) dari Merkl Gap.
Suhu malam itu turun hingga minus 40derajat Fahrenheit dan angin menghempas sepanjang malam. Keduanya hanya menggunakan selimut aluminium foil untuk berteduh. Jari kaki mereka membeku, Gunther bahkan memasukkannya ke dalam tanah.
Ia berhalusinasi ada selimut hangat didepannya. Pagi harinya, dengan masih setengah sadar Gunther menjerit kesakitan. Reinhold bergerak transverse menuju Merkl Gap, sembari berharap mendapat bantuan. Ia mengetahui bahwa dari celah ini ia akan mampu melihat Rupal Face hingga ke titik dimana jalur naik bertemu dengan tebing sebelum menggantung menghadap puncak. ( David Roberts) Terjemahan Bebas Oleh: Ambar Briastuti Untuk Belantara Indonesia Beban Berat Yang Ditanggung Messner 1
Kedua bersaudara dibesarkan dalam sebuah keluarga dengan sembilan anak di kota Villnöss, sebuah kota wilayah Dolomites Itali yang penduduknya berbahasa Jerman. Dikelilingi celah dan dinding Selatan Tyrol, seperti yang ditulis Messner di tahun 1989 adalah "sebuah surga di masa kecilnya".
Sang ayah seorang kepala sekolah yang mengajari mereka mendaki gunung. Reinhold pertama kali sebagai lead climber ketika berumur 12 tahun, beberapa tahun kemudian membuat peristiwa bersejarah dengan menaklukan dinding bernama Kleine Fermeda.
Sang ayah tidak sanggup mengikuti anaknya di sebuah pitch yang susah. Dengan berteriak Ayah meminta untuk segera rappeling. Messner menjawab, "Aku naik sendirian ke atas," dan ia kemudian melepas tali. Buku The Naked Mountain diterbitkan setelah kedua orang tuanya meninggal.
Messner menggambarkan peristiwa itu lebih dalam. Ia menjelaskan ketika suatu hari pulang ke rumah mendapati Gunther mengerjai seekor anjing kennel. Sang ayah seorang veteran Perang Dunia II menhajar Gunther hingga ia tak mampu jalan lagi. "Sejak itu kami tidak hanya menjadi kawan," Messner menulis, "Gunther juga menjadi partner climbing yang kemampuannya sama bagusnya dengan aku."
Perbedaan jelas antara keduanya adalah tipe climbing Reinhold lebih terburu - buru sedang Gunther cenderung berhati - hati. Keduanya mulai menancapkan nama dengan cara mereka sendiri. "Kami saat itu dalam proses meninggalkan lembah dan tempat tinggal kami menuju tempat dimana kami ditakdirkan.
Dua bersaudara meninggalkan puncak Nanga Parbat ketika cahaya mulai redup.Ketika mereka menyusuri kembali sisi puncak, Gunther tertinggal di belakang. Reinhold mulai khawatir dengan kondisi adiknya yang kelelahan untuk melewati rute Rupal.
Sprint yang dilakukan Gunther dalam upaya menyusul Reinhold telah membuatnya kehabisan tenaga. Tanpa membawa tali apapun, Reinhold tidak akan mampu mem - belay Gunther menuruni celah yang berat. Saat itu, tulis Messner dalam bukunya, "Gunther datang dan menunjuk dengan ice axe ke arah kanan. Turun lewat Diamir Face ? Aku menggeleng, menolak ide itu. "Ngga bisa, kita ngga bakalan bisa melampaui," kataku 'Tapi itu lebih gampang," kata Gunther bersikeras.
Diamir Face yang membentang arah barat laut berseberangan dengan Rupal Face hanya pernah didaki sekali di tahun 1962 oleh anggota tim Herrligkoffer. Namun bagi Messner bersaudara dinding ini adalah sebuah titik penghabisan. Jalur buta untuk turun dari sebuah tebing yang tidak dikenal yang menjadi bagian dari 8,000m merupakan jalur kematian.
Sama halnya dengan Diamir Face sebuah dinding glasier menggantung, siapapun bisa terhempas oleh avalanches es dan salju. Beruntung, terdapat jalur alternatif untuk menuruni tebing berbahaya ini. Mereka melihat celah di sebelah barat daya yang dinamai Merkl Gap- sebagai penghormatan terhadap saudara tim leader mereka, Herrligkoffer.
Jika Messner bersaudara mampu menyusuri celah ini, maka mereka bakal menemukan jalur turun dan menuju camp dibawahnya. Ketika hari mulai gelap, kedua bersaudara yang kelelahan memutuskan untuk istirahat di sebuah gua salju sebagai perlindungan sekitar 50 yards ( 46m ) dari Merkl Gap.
Suhu malam itu turun hingga minus 40derajat Fahrenheit dan angin menghempas sepanjang malam. Keduanya hanya menggunakan selimut aluminium foil untuk berteduh. Jari kaki mereka membeku, Gunther bahkan memasukkannya ke dalam tanah.
Ia berhalusinasi ada selimut hangat didepannya. Pagi harinya, dengan masih setengah sadar Gunther menjerit kesakitan. Reinhold bergerak transverse menuju Merkl Gap, sembari berharap mendapat bantuan. Ia mengetahui bahwa dari celah ini ia akan mampu melihat Rupal Face hingga ke titik dimana jalur naik bertemu dengan tebing sebelum menggantung menghadap puncak. ( David Roberts) Terjemahan Bebas Oleh: Ambar Briastuti Untuk Belantara Indonesia Beban Berat Yang Ditanggung Messner 1